Sabtu, 19 Mei 2012

Membangun Peternakan Sapi di Kebun Sawit


Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ternak sapi dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia, terutama sebagai bahan makanan  berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit,  tulang, dan lain sebagainya. Daging sangat berperan besar bagi pemenuhan gizi  protein hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan  sebagai pengumpul bahan makanan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan  makanan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk  daging.

Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta, Indonesia saat ini masih kekurangan sapi potong sehingga pada tahun 2011 harus mengimpor sekitar 500.000 ekor sapi potong. Tingginya impor sapi potong ini terutama disebabkan sistem peternakan sapi potong di Indonesia masih didominasi oleh peternakan rakyat yang mengalami kendala dalam permodalan dan penyediaan pakan, sedangkan pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan. Pada saat ini, biji-bijian cukup banyak digunakan untuk pakan ternak. Keadaan ini menyebabkan terjadinya kompetisi kebutuhan manusia dan ternak. Untuk mendukung produksi ternak harus diupayakan mencari pakan alternatif lain yang potensial, murah dan mudah  diperoleh.

Salah satu upaya untuk menyediakan pakan yang cukup  bagi ternak adalah memanfaatkan seoptimal mungkin lahan, serta  pemanfaatan limbah dan produk samping komoditi perkebunan dan pertanian,  baik dengan pola integrasi maupun  diversifikasi. Usaha ini sekaligus dapat  memberi nilai tambah bagi perkebunan, petani dan peternak. 
Perkebunan kelapa sawit  berpotensi untuk mengembangkan peternakan  ruminansia khususnya sapi. Perkebunan kelapa sawit berkembang pesat di Asia  Tenggara, termasuk Indonesia. Lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 8, 1 juta Ha pada tahun 2011.
Hal ini memberikan peluang bagi Perusahaan Perkebunan Sawit  untuk  memanfaatkan hasil sampingan dari perkebunan sawit sebagai pakan sapi potong.

Hasil samping perkebunan kelapa sawit sebagai berikut :
1. Pelepah Daun Sawit  
Hasil pengamatan di PT. Agricinal menunjukkan bahwa setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun  dengan bobot pelepah per batang rata-rata 7 kg (Dwiyanto et al. 2004).
Jumlah ini setara dengan 20.020 kg (22 pelepah x 130 pohon x 7 kg)  pelepah segar untuk setiap hektar dalam setahun. Total Bahan Kering (BK) pelepah yang dihasilkan dalam setahun mencapai 5.219 kg/ha (20.020 kg x 26,07%).  Jika diasumsikan kebutuhan BK ternak dengan bobot 300 kg adalah 9 kg (3 % x 300 kg), maka  kebutuhan BK selama 1 tahun  adalah 3.285 ton/ekor (9 kg x 365 hari). Jika pelepah daun sawit hanya boleh diberikan 50% dari suplai Hijauan Makanan Ternak (HMT), maka 1 hektar lahan kelapa sawit potensial dapat memenuhi kebutuhan 3 ekor sapi/tahun (5.219 kg / 3.285 kg / 50%).
Tingkat kecernaan bahan kering pelepah dan daun kelapa sawit pada sapi mencapai 45%. Demikian pula daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber  atau pengganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit  akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi dengan perancangan alat pencacah yang tepat sehingga dapat diperoleh cacahan pelepah dan daun beserta lidi dengan ukuran 0,5 – 1 cm. PPKS telah berhasil memproduksi alat tersebut sehingga pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan sapi dapat mencapai 70%. Pemberian pelepah kelapa sawit sebagai bahan pakan sapi dalam jangka panjang menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).  

2. Bungkil Inti Sawit
Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah produk samping dari ekstraksi minyak inti sawit melalui proses kimiawi atau cara mekanik.  Rendemen bungkil inti sawit mencapai ± 50 % dari berat inti sawit.
Walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena  serat  kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.  Bungkil inti sawit merupakan produk samping yang berkualitas karena  mengandung protein kasar yang cukup tinggi 16  –  18%. Sementara kandungan  serat kasar mencapai 16 %. Pemanfaatannya perlu disertai produk samping kelapa sawit lainnya  untuk mengoptimalkan penggunaan bungkil inti sawit  bagi ternak. Bungkil inti sawit  dapat diberikan 30% dalam pakan sapi (Batubara et al, 1993).

3. Serat Perasan Buah Kelapa Sawit  (Ampas Pressan)
Serat perasan buah merupakan limbah yang diperoleh dari buah  dalam proses pemerasan. Limbah ini  biasa digunakan sebagai bahan bakar boiler di PMS dan abunya digunakan sebagai pupuk karena kaya akan unsur K. Sebagai bahan campuran  makanan ternak, serat perasan buah kelapa sawit ini cenderung cocok diberikan kepada ternak ruminansia (seperti sapi, kerbau), karena kandungan serat kasarnya dan ligninnya tinggi. Tingkat penggunaan serat perasan kelapa sawit dalam pakan sapi dan kerbau adalah 10 – 20 %, sedangkan untuk domba dan kambing 10 – 15 % (Jalaludin dan Hutagalung, 1982).
Untuk sapi perah, serat perasan buah kelapa sawit dapat diberikan sebagai pengganti rumput disertai dengan pemberian  molases, urea, mineral dan vitamin. 
Serat perasan buah kelapa sawit yang dapat diberikan kepada ternak sapi ± 20% dari total ransum, karena jika lebih tinggi akan menghalangi tingkat kecernaan.

4. Tandan Kosong Sawit (Tankos)
Tandan kosong mengandung serat kasar yang tinggi, yang diindikasikan dengan kandungan serat detergen asam (ADF) yang mencapai 61%, serta memiliki nilai biologis yang rendah. Oleh karena itu, pemanfaatannya disarankan dicampur dengan bahan pakan yang berkualitas dan harus dicacah terlebih dahulu agar ukurannya layak dikonsumsi (± 2 cm).  Tankos belum digunakan dalam ransum sapi karena memerlukan perlakuan awal yang cukup rumit.

5. Lumpur Sawit / Solid
Lumpur sawit merupakan hasil ikutan ekstraksi minyak sawit dan mengandung air cukup tinggi. Produk samping ini dapat menimbulkan masalah lingkungan sehingga upaya untuk mengatasinya dilakukan dengan mengurangi kandungan air lumpur sawit untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan pakan. Produk hasil pemisahan lumpur sawit dari airnya disebut solid.
Lumpur sawit mengandung protein kasar 12-14%, namun kandungan air yang tinggi (75%) menyebabkan produk samping ini kurang disukai ternak. Kandungan energi yang rendah dengan abu yang tinggi menyebabkan lumpur sawit tidak dapat digunakan secara tunggal sebagai pakan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan palatabilitas pakan ternak adalah melalui proses fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), padatan dari  aliran drab akhir (solid) dan tandan kosong sawit yang telah difermentasi menggunakan jamur tiram dan omphalina cukup prospektif untuk dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak.

1 komentar: