Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber
daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Ternak sapi dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia, terutama sebagai
bahan makanan berupa daging, disamping
hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain sebagainya. Daging sangat
berperan besar bagi pemenuhan gizi protein
hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan makanan bergizi rendah
yang diubah menjadi bahan makanan
bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari
250 juta, Indonesia saat ini masih kekurangan sapi potong sehingga pada tahun
2011 harus mengimpor sekitar 500.000 ekor sapi potong. Tingginya impor sapi
potong ini terutama disebabkan sistem peternakan sapi potong di Indonesia masih
didominasi oleh peternakan rakyat yang mengalami kendala dalam permodalan dan penyediaan
pakan, sedangkan pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang
mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan. Pada saat ini, biji-bijian
cukup banyak digunakan untuk pakan ternak. Keadaan ini menyebabkan terjadinya
kompetisi kebutuhan manusia dan ternak. Untuk mendukung produksi ternak harus
diupayakan mencari pakan alternatif lain yang potensial, murah dan mudah diperoleh.
Salah satu upaya untuk menyediakan pakan yang
cukup bagi ternak adalah memanfaatkan
seoptimal mungkin lahan, serta pemanfaatan
limbah dan produk samping komoditi perkebunan dan pertanian, baik dengan pola integrasi maupun diversifikasi. Usaha ini sekaligus dapat memberi nilai tambah bagi perkebunan, petani
dan peternak.
Perkebunan kelapa sawit berpotensi untuk mengembangkan peternakan ruminansia khususnya sapi. Perkebunan kelapa
sawit berkembang pesat di Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 8, 1
juta Ha pada tahun 2011.
Hal ini memberikan peluang bagi Perusahaan Perkebunan Sawit untuk memanfaatkan hasil sampingan dari perkebunan sawit
sebagai pakan sapi potong.
Hasil samping perkebunan kelapa sawit sebagai berikut
:
1. Pelepah Daun Sawit
Hasil pengamatan di PT. Agricinal menunjukkan
bahwa setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan bobot pelepah per batang rata-rata 7
kg (Dwiyanto et al. 2004).
Jumlah ini setara dengan 20.020 kg (22 pelepah x
130 pohon x 7 kg) pelepah segar untuk
setiap hektar dalam setahun. Total Bahan Kering (BK) pelepah yang dihasilkan
dalam setahun mencapai 5.219 kg/ha (20.020 kg x 26,07%). Jika diasumsikan kebutuhan BK ternak dengan
bobot 300 kg adalah 9 kg (3 % x 300 kg), maka
kebutuhan BK selama 1 tahun adalah 3.285 ton/ekor (9 kg x 365 hari). Jika
pelepah daun sawit hanya boleh diberikan 50% dari suplai Hijauan Makanan Ternak
(HMT), maka 1 hektar lahan kelapa sawit potensial dapat memenuhi kebutuhan 3 ekor
sapi/tahun (5.219 kg / 3.285 kg / 50%).
Tingkat kecernaan bahan kering pelepah dan daun
kelapa sawit pada sapi mencapai 45%. Demikian pula daun kelapa sawit dapat
digunakan sebagai sumber atau pengganti
pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan perancangan alat pencacah yang tepat
sehingga dapat diperoleh cacahan pelepah dan daun beserta lidi dengan ukuran
0,5 – 1 cm. PPKS telah berhasil memproduksi alat tersebut sehingga pemanfaatan
pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan sapi dapat mencapai 70%.
Pemberian pelepah kelapa sawit sebagai bahan pakan sapi dalam jangka panjang
menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).
2. Bungkil Inti Sawit
Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah produk samping
dari ekstraksi minyak inti sawit melalui proses kimiawi atau cara mekanik. Rendemen bungkil inti sawit mencapai ± 50 %
dari berat inti sawit.
Walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi
karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah
menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak
ruminansia. Bungkil inti sawit merupakan
produk samping yang berkualitas karena mengandung
protein kasar yang cukup tinggi 16
– 18%. Sementara kandungan serat kasar mencapai 16 %. Pemanfaatannya
perlu disertai produk samping kelapa sawit lainnya untuk mengoptimalkan penggunaan bungkil inti
sawit bagi ternak. Bungkil inti sawit dapat diberikan 30% dalam pakan sapi (Batubara
et al, 1993).
3. Serat Perasan Buah Kelapa Sawit (Ampas Pressan)
Serat perasan buah merupakan limbah yang
diperoleh dari buah dalam proses
pemerasan. Limbah ini biasa digunakan
sebagai bahan bakar boiler di PMS dan abunya digunakan sebagai pupuk
karena kaya akan unsur K. Sebagai bahan campuran makanan ternak, serat perasan buah kelapa
sawit ini cenderung cocok diberikan kepada ternak ruminansia (seperti sapi,
kerbau), karena kandungan serat kasarnya dan ligninnya tinggi. Tingkat penggunaan
serat perasan kelapa sawit dalam pakan sapi dan kerbau adalah 10 – 20 %,
sedangkan untuk domba dan kambing 10 – 15 % (Jalaludin dan Hutagalung, 1982).
Untuk sapi perah, serat perasan buah kelapa
sawit dapat diberikan sebagai pengganti rumput disertai dengan pemberian molases, urea, mineral dan vitamin.
Serat perasan buah kelapa sawit yang dapat
diberikan kepada ternak sapi ± 20% dari total ransum, karena jika lebih tinggi
akan menghalangi tingkat kecernaan.
4. Tandan Kosong Sawit (Tankos)
Tandan kosong mengandung serat kasar yang
tinggi, yang diindikasikan dengan kandungan serat detergen asam (ADF) yang
mencapai 61%, serta memiliki nilai biologis yang rendah. Oleh karena itu, pemanfaatannya
disarankan dicampur dengan bahan pakan yang berkualitas dan harus dicacah terlebih
dahulu agar ukurannya layak dikonsumsi (± 2 cm). Tankos belum digunakan dalam ransum sapi
karena memerlukan perlakuan awal yang cukup rumit.
5. Lumpur Sawit / Solid
Lumpur sawit merupakan hasil ikutan ekstraksi
minyak sawit dan mengandung air cukup tinggi. Produk samping ini dapat menimbulkan
masalah lingkungan sehingga upaya untuk mengatasinya dilakukan dengan
mengurangi kandungan air lumpur sawit untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan
pakan. Produk hasil pemisahan lumpur sawit dari airnya disebut solid.
Lumpur sawit mengandung protein kasar 12-14%,
namun kandungan air yang tinggi (75%) menyebabkan produk samping ini kurang
disukai ternak. Kandungan energi yang rendah dengan abu yang tinggi menyebabkan
lumpur sawit tidak dapat digunakan secara tunggal sebagai pakan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan
palatabilitas pakan ternak adalah melalui proses fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia (BPBPI), padatan dari aliran
drab akhir (solid) dan tandan kosong sawit yang telah difermentasi menggunakan
jamur tiram dan omphalina cukup prospektif untuk dimanfaatkan sebagai
campuran pakan ternak.
thank gan...informasinya............
BalasHapus